Banyaknya paparan zat karsinogenik dalam aktivitas manusia sehari-hari, seperti emisi kendaraan bermotor, radiasi, alkohol, dan rokok berimplikasi pada menurunnya kondisi kesehatan manusia. Paparan karsinogen tersebut dapat terpejani secara sengaja maupun tidak, baik melalui makanan, kosmetik hingga obatan-obatan. Paparan karsinogen tersebut dapat mengakibatkan efek genotoksik yang mampu merusak susunan genetik manusia. Kerusakan genetik bersifat irreversible, tidak dapat dirasakan dan disadari dalam jangka pendek, namun dapat diwariskan ke generasi selanjutnya. Hal inilah yang perlu diwaspadai karena penimbunan substansi genotoksik ini penyebab timbulnya berbagai penyakit, seperti penyakit degeneratif dan kanker.
Melihat fakta demikian, sekelompok mahasiswa Farmasi UGM yang beranggotakan Yoce Aprianto, Asri Mega Putri, Faradiba, Raisatun Nisa Sugiyanto melakukan penelitian untuk mencari bahan antigenotoksik untuk memperbaiki kerusakan DNA yang terjadi. Salah satu tanaman yang banyak ditemui di sekitar kita dan berprospek pada pengembangan agen kemoprevensi ini ialah rumput mutiara (Hedyotis corymbosa (L.) Lam). Penelitian tersebut mendapatkan bimbingan langsung dosen Dr. drh. Retno Muwanti dan Prof. Dr. Edy Meiyanto, serta di fasilitasi oleh klub riset Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi UGM. Tanaman yang notabene tergolong tanaman liar ini dapat dengan mudah ditemukan di tanah yang lembap, di pinggir jalan, bahkan di halaman rumah. Banyak orang yang membuang tanaman liar ini karena dianggap mengganggu estetika tanaman yang lain. Akan tetapi secara empiris rumput mutiara digunakan sebagai obat radang usus buntu dan hepatitis (Carwadi, 2014). Berdasarkan penelitian Endrini (2011) kandungan senyawa dalam rumput mutiara berkorelasi erat dengan tingginya aktivitas antioksidan dalam tanaman yang berperan sebagai blocking agent yaitu menghambat ikatan dengan DNA, RNA, atau protein target. Senyawa antioksidan ini dapat melindungi tubuh dari kerusakan genetik akibat adanya radikal bebas.
Penelitian tersebut kemudian berhasil mendapat apresiasi tinggi di tingkat internasional, yakni dalam Asia-Pacific Pharmaceutical Symposium atau APPS yang diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia 22-28 Agustus 2014 belum lama ini. Salah satu anggota tim tersebut, Yoce Aprianto berkesempatan mempresentasikan hasil penelitian tim mereka di APPS, suatu event bergengsi mahasiswa farmasi se-Asia-Pasifik yang digelar tiap tahun. Tahun ini adalah kali ke 13. Sebelumnya kegiatan serupa diadakan di Jepang, tahun 2013 silam. Pada APPS tahun ini diikuti oleh 11 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Australia, New Zealand, Jepang, Korea, Taiwan, India, Algeria, dan Sudan. Dari Indonesia sendiri, tidak hanya diikuti oleh mahasiswa dari Farmasi UGM, namun juga mahasiswa dari Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, dan Institut Teknologi Bandung. Penelitian dari mahasiswa UGM menarik banyak perhatian juri dan audiens, sehingga berhasil memboyong dua penghargaan sekaligus yakni Winner of Scientific Research Competition dan Most Favourite Scientific Research Poster.
Kontributor : Yoce Aprianto 11/316180/FA/08846
(081329718131)